Sekolah Agama LeluhurSiaran Pers

Sekolah Agama Leluhur Angkatan I – DIY

Sekolah Agama Leluhur merupakan program penguatan kapasitas warga penganut agama leluhur dalam mengupayakan pemajuan kewargaannya. Program ini diselenggarakan atas kolaborasi ICIR Rumah Bersama, CRCS UGM, MLKI D.I. Yogyakarta, dan Yayasan LKiS.

Latar belakang dibentuknya Sekolah Agama Leluhur adalah masih adanya persoalan-persoalan kewargaan yang terus dialami penganut agama leluhur hingga kini. Meskipun status dan hak kewargaannya tegas diakui dalam konstitusi, namun masih banyak hak-hak mereka yang belum terpenuhi, serta masih mengalami misrekognisi, eksklusi, dan diskriminasi.

Secara hukum dan politik, masih banyak produk kebijakan dan program pemerintah dari pusat ke daerah yang tidak memperhatikan, dan bahkan meminggirkan penganut agama leluhur. Sementara itu, di ranah sosial, berbagai stigma negatif masih dilekatkan pada penganut agama leluhur sehingga pelibatan mereka dalam forum-forum kemasyarakatan masih minim.

Menghadapi berbagai persoalan tersebut, disadari perlunya mendorong penguatan kapasitas penganut agama leluhur untuk memperjuangkan pemajuan status dan pemenuhan hak kewargaan mereka. Dalam hal ini, kewargaan penuh bagi penganut agama leluhur tidak hanya diterima sebagai pemberian dari negara dan sesama warga, melainkan kewargaan yang secara aktif diperjuangkan dan diraih, sebagai bentuk kewargaan yang utama.

Program Sekolah Agama Leluhur adalah salah satu upaya untuk merangsang perjuangan kewargaan tersebut. Dengan memahami posisi, tantangan, dan peluang kewargaan yang dimiliki komunitasnya, peserta diharapkan mampu melakukan mobilisasi sumber daya agama leluhur secara berjejaring untuk kepentingan kewargaan.

Sebagai rangkaian awal persiapan pelaksanaan Sekolah Agama Leluhur, pihak penyelenggara telah melakukan pertemuan dengan perwakilan komunitas-komunitas Penghayat Kepercayaan yang bergabung dalam MLKI D.I. Yogyakarta, pada Sabtu, 13 Mei 2023 di Sanggar Candi Sapta Rengga Yogyakarta. Pertemuan ini dimaksudkan untuk menjadikan Sekolah Agama Leluhur sebagai kegiatan yang berbasis dan berorientasi pada komunitas. Artinya, komunitas berpartisipasi secara aktif dalam merancang kegiatan ini. Dengan demikian, maka program ini dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan komunitas-komunitas penghayat.

Sekolah Agama Leluhur Angkatan I diselenggarakan pada Juni 2023, dan akan diikuti oleh 25 orang  perwakilan dari komunitas-komunitas Penghayat Kepercayaan yang tersebar di seluruh Provinsi D.I. Yogyakarta. Para peserta memiliki beragam latar belakang bidang yang digeluti, seperti kesenian, sastra, kuliner, medis, pertanian, peternakan, dan lain-lain. Bidang-bidang ini merupakan bagian dari potensi pemberdayaan komunitas yang dapat dikembangkan.

Program ini akan dilaksanakan selama tiga hari di Sanggar Candi Sapta Rengga Yogyakarta, dengan topik-topik terkait agama leluhur, hak kewargaan, sumber daya, dan jaringan kewargaan kolaboratif. Topik pertama terkait istilah “Agama Leluhur” dan berbagai padanannya dimaksudkan untuk memberi konteks pada peserta dalam memahami posisinya sebagai warga negara yang mengalami peminggiran terutama dalam kaitannya dengan identitas keagamaan mereka. Untuk itu, peserta diharapkan mampu menempatkan diri dalam keragaman wacana yang berkembang mengenai dirinya.

Setelah memahami konteks yang mengkonstruksi identitasnya, peserta akan diajak untuk memahami posisinya dalam kerangka kewargaan, sebagaimana termuat dalam konstitusi yang mengatur secara tegas status dan hak kewargaan dari penganut agama leluhur. Pada sesi ini, peserta akan melihat baik tantangan dalam pemenuhan hak maupun ruang-ruang konstitusional dan keseharian yang dapat digunakan untuk mengakses haknya.

Dengan memahami status dan hak kewargaannya, termasuk kegagalan negara dalam menjaminnya, peserta akan diajak untuk melihat dirinya dan komunitasnya sebagai warga yang dapat secara aktif memperjuangkan haknya. Dalam hal ini, penting bagi mereka untuk dapat mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki komunitasnya untuk kemudian dimobilisasi demi pemajuan kewargaan.

Di antara strategi mobilisasi sumber daya tersebut adalah dengan membangun jaringan. Oleh karena itu, topik terkait jaringan kewargaan kolaboratif dimaksudkan untuk memfasilitasi peserta dalam melakukan pengorganisasian di internal komunitasnya, merancang program tindak lanjut, dan rencana berjejaring dengan mitra-mitra eksternal termasuk pemerintah. Untuk mendukung upaya ini, peserta akan diajak untuk melihat contoh-contoh bentuk mobilisasi sumber daya secara berjejaring yang telah dilakukan secara efektif di beberapa komunitas.

Di akhir kegiatan, peserta diminta untuk merancang dan mempresentasikan Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang akan diimplementasikan di komunitas masing-masing. Pada sesi presentasi, perwakilan dari komunitas penghayat akan diundang untuk ikut mendiskusikan secara langsung rancangan RTL yang telah dibuat oleh peserta.

Setelah pelaksanaan kegiatan sekolah selama tiga hari selesai, para peserta menjalankan program tindak lanjut yang telah dirancang, dan didampingi oleh pengelola Sekolah Agama Leluhur. Program tindak lanjut ini dimaksudkan sebagai bentuk pemberdayaan berbasis komunitas. Artinya, aktor utama dari program ini adalah komunitas itu sendiri, dengan memanfaatkan sumber daya berupa gagasan dan praktik kultural keagamaan, potensi pengembangan ekonomi kreatif di lingkungannya, serta jejaring internal dan eksternal yang dimilikinya.

Sekolah Agama Leluhur Angkatan I tahun 2023 merupakan model awal untuk kemudian dikembangkan dan diperluas dalam pelaksanaan-pelaksanaan selanjutnya. Dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu terhadap kerangka dasar yang telah dimiliki, kegiatan ini diharapkan dapat menjangkau lebih banyak komunitas yang memiliki konteks, pengalaman, dan potensi sumber daya yang berbeda-beda.


Oleh: Krisharyanto Umbu Deta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button