Strategi Masyarakat Adat dan Penghayat Kepercayaan dalam Menghadapi Demokrasi
Bertepatan dengan memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2023, FKD 2023 episode 11 kali ini mengangkat tema “Strategi Masyarakat Adat dan Penghayat Kepercayaan dalam Menghadapi Demokrasi”. Fernando Simanjuntak, narasumber dari Barisan Pemuda Adat Nusantara, pada kesempatan ini menerangkan bahwa hingga saat ini, belum ada regulasi yang mendukung perlindungan terhadap Masyarakat Adat. Masyarakat Adat yang erat keterikatannya dengan kearifan lokal, ritual-ritual, dan situs budaya, merasa tidak mendapat perlindungan yang baik oleh negara. Hal ini sangatlah tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yakni; hak mendapatkan perlindungan.
Di sisi lain, Fernando juga menyebutkan bahwa RUU Masyarakat Adat yang pernah menjadi angin segar bagi Masyarakat Adat tidak kunjung menemui titik terang. Hal ini berimplikasi pada kehidupan Masyarakat Adat dan kaitannya dengan upaya-upaya melindungi alam atau lingkungannya. Tidak kunjung disahkannya RUU tersebut kemudian mempermudah datangnya investor yang justru mengakibatkan perseteruan antar keluarga Masyarakat Adat. RUU hanya menjadi isu seksi bagi para pemangku kepentingan atau calon anggota dewan yang berusaha menarik suara Masyarakat Adat. Mengakhiri materi yang disampaikannya, Fernando menegaskan tidak akan menggunakan hak politiknya pada Pemilu 2024 jika RUU Masyarakat Adat tidak segera disahkan.
Yetti Hernawati, narasumber dari perkumpulan aliran kepercayaan Budi Lestari Adjining Djiwo, memiliki tanggapan lain terhadap hiruk pikuk demokrasi dalam konteks Masyarakat adat. Yetti beranggapan bahwa perlu adanya strategi hidup rukun dalam menghadapi demokrasi untuk menghindari konflik dan perselisihan.
Yasir Sani, sebagai penanggap dari Kemitraan, mencoba menggali taktik yang benar-benar diadopsi oleh Masyarakat Adat dan Penghayat Kepercayaan dalam demokrasi dengan lebih mendalam. Menanggapi pernyataan Fernando, Yasir Sani beranggapan bahwa pemaparan Fernando masih berkutat pada taktik yang sifatnya jangka pendek yakni pada Pemilu 2024. Menurut Yasir Sani, persoalan belum disahkannya RUU Masyarakat Adat disebabkan karena adanya suatu ketakutan yang dialami pembuat kebijakan. Secara lebih strategik, Yasir Sani memberi perhatian penuh pada pemuda penghayat yang nantinya dapat berdemokrasi secara profesional di parlemen.
Dengan demikian, Penghayat Kepercayaan tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek dalam proses demokrasi. Pada akhirnya, persoalan demokrasi tidak hanya sesederhana keterlibatan memilih dalam “hajatan” lima tahun sekali, namun memerlukan langkah strategis dan taktis yang dapat berdampak pada berbagai aspek, termasuk perundangan-undangan, regulasi, dan lain sebagainya.
Selengkapnya:
Kontributor: Puti Ayu Anandita
Editor: Puja Alviana