Forum Kamisan DaringForum Kamisan daring 2024Program

Ekspresi Spiritualitas Kelompok Rentan dalam Lanskap Demokrasi Indonesia

Highlight FKD 5

Dalam konteks demokrasi yang terus berkembang, Indonesia menghadapi tantangan untuk menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi seluruh warganya, termasuk bagi kelompok-kelompok rentan yang sering kali berada di pinggiran masyarakat. Diskusi mengenai hak-hak minoritas, terutama dalam hal spiritualitas, menjadi semakin penting untuk dipahami, agar demokrasi tidak hanya menjadi milik mayoritas, tetapi juga memberikan ruang bagi semua kelompok untuk mengekspresikan keyakinan mereka secara bebas dan setara. Diskusi Forum Kamisan Daring episode #5 kali ini mengambil tema yang sangat relevan dengan kondisi keberagaman di Indonesia, yaitu “Ekspresi Spiritualitas Kelompok Rentan dalam Lanskap Demokrasi Indonesia.” Tema ini mengajak kita untuk menggali lebih dalam tentang bagaimana kelompok-kelompok rentan, seperti komunitas minoritas agama atau kepercayaan, mengekspresikan spiritualitas mereka di tengah dinamika sosial politik yang kompleks di negeri ini.

Sudirman, dari Komunitas Gerakan Pemuda Panrita Kabupaten Bulukumba, menjelaskan bahwa ekspresi spiritualitas bukan hanya masalah kepercayaan pribadi, tetapi juga melibatkan perjuangan identitas dan pengakuan dalam masyarakat yang majemuk. Ia mengungkapkan bahwa kelompok-kelompok rentan, termasuk calabai yang menjadi bagian dari lanskap sosial masyarakat Bulukumba atau bahkan Sulawesi Selatan, sering kali menghadapi tantangan dalam mengekspresikan keyakinan mereka secara bebas, terutama ketika lingkungan sekitar kurang menerima atau bahkan menolak keberadaan mereka. Namun, dalam lanskap demokrasi yang seharusnya menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan, kelompok-kelompok ini justru harus terus berjuang untuk mendapatkan ruang yang layak.

Hal serupa juga disampaikan oleh Patricio dari Penghayat Kepercayaan Golongan Siraja Batak Parbaringin Malim Marsada Kabupaten Toba, Sumatera Utara, menyoroti betapa pentingnya dukungan komunitas dalam mempertahankan tradisi dan ritual kepercayaan leluhur. Sayangnya, kelompok penghayat kepercayaan seperti yang ia wakili sering kali diabaikan atau bahkan dianggap ‘kurang beragama’ oleh masyarakat mayoritas. Padahal, ekspresi spiritualitas mereka adalah bagian integral dari identitas budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Meski demikian, Gabriel merasa bahwa ruang demokrasi yang ada belum sepenuhnya inklusif bagi kelompok-kelompok rentan ini, yang menyebabkan terjadinya segregasi sosial dan marjinalisasi.

Nadiyya Dinar, salah satu volunteer FKD ICIR yang bertugas sebagai moderator FKD kali ini, menekankan bahwa demokrasi bukan hanya tentang suara mayoritas, tetapi juga tentang perlindungan hak-hak minoritas, termasuk kebebasan beragama dan berkeyakinan. Nadiyya menggarisbawahi pentingnya dialog antaragama dan antar kepercayaan untuk membangun pemahaman bersama yang lebih baik, sehingga stigma dan prasangka yang ada dapat diatasi. Diskusi ini menyoroti bahwa meskipun Indonesia telah memiliki fondasi demokrasi yang kuat, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua kelompok, termasuk yang rentan, dapat mengekspresikan spiritualitas mereka tanpa rasa takut atau diskriminasi. Demokrasi yang sejati adalah demokrasi yang memberi ruang bagi semua ekspresi keberagaman, di mana setiap individu dan komunitas dihargai dan dilindungi hak-haknya secara setara.

Selengkapnya:


Kontributor: Sry Lestari, Volunteer ICIR

 

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button