Aktualisasi Ajaran Kepercayaan di Kalangan Pemuda Penghayat
FKD kali ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana langkah ataupun pergerakan pemuda penghayat kepercayaan dalam mengaktualisasikan ajaran leluhur. Wildhan dari Penghayat Budi Daya misalnya, menjelaskan bahwa terdapat tiga nilai utama dalam ajaran leluhur penghayat kepercayaan.
Pertama, Sangkan Paraning Dumadi yang bermakna bahwa jika mengetahui diri sendiri, maka akan mengetahui atau memahami keberadaan diri yang tidak terlepas dari orang tua, sehingga kita bisa menghargai dan tahu malu. Kedua, Manunggaling Kawula lan Gusti yang menggambarkan tentang hakekat manusia dengan Tuhan. Salah satu ajarannya adalah dengan membakar kemenyan, yang merupakan simbol mengejar sesuatu yang memang Tuhan izinkan. Contohnya, dalam sesajen ini biasanya terdapat kopi manis dan tawar di mana artinya dalam kehidupan, manusia akan menemui pahit manis kehidupan. Cara kita mengaktualisasinya melalui membaca dari simbol kopi yang ada dalam sesajen tersebut. Ketiga, Memayu Hayuning Bawana adalah hubungan manusia dengan alam semesta, contohnya Ruwatan Bumi, Ruwatan Kampung, Ruwatan Gunung, dan Larung Laut yang merupakan bentuk ekspresi atau ungkapan terima kasih terhadap Tuhan yang Maha Esa dan pada alam semesta.
Aktualisasi kepada sesama manusia yang merupakan makhluk sosial, contoh yang pernah Wildhan terapkan adalah dengan melanjutkan studi Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dilakukan sebagai upaya meneruskan ajaran leluhur dan melanjutkan ajaran keluarga. Selain itu ikut terlibat dalam jejaring lintas iman, untuk mengkampanyekan toleransi beragama dan berkeyakinan.
Padma dari komunitas Dayak Simpang, juga menjelaskan mengenai aktualisasi ajaran adat warisan leluhur. Komunitas Dayak Simpang ini berada di Kecamatan Simpang Ulu, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. “Proses pemindahan ajaran kami itu kebanyakan turun temurun dari lisan leluhur” ujar Wildhan. Lalu para pemuda membuat cara pandang baru, dan membaginya menjadi 2 bagian. Perspektif etnik dan perspektif etik, yaitu dari tutur yang sudah turun temurun sudah diringkas dalam buku.
Salah satu ritual komunitas Dayak Simpang adalah memberikan ucapan syukur kepada Tuhan dan leluhur yang telah mendahului. Ritual ini dilaksanakan mendekati gawai, di malam jumat untuk berkunjung ke situs keramat disekitar daerah. Ritual ini diisi dengan mengucap syukur dan meditasi menenangkan pikiran menggali lagi tantang sejarah dan mendalami yang berhubungan dengan adat dan istiadat. Setelah itu semua yang hadir dalam ritual mencoba berkomunikasi dengan leluhur, hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu.
Novi dari Yayasan LKIS sebagai penanggap menyatakan bagaimana peran pemuda dalam pemajuan ajaran adat dan leluhur. Ruang-ruang untuk anak muda harus semakin diperluas untuk anak muda yang bicara. Agar anak muda tidak hanya menjadi partisipan, namun bisa bersuara dan menentukan kebijakan.
Selengkapnya:
Kontributor: Puti Ayu Anandita & Eka Yuniati